Sabtu, 22 Desember 2012

Bukan Tanpa Mimpi

hidup dengan semagat!
Aku...
Sedari kecil sahabat dan temanku di kala ku kesepian adalah mimpi, harapan dan cita-cita. Hingga ku beranjak dewasa, mimpi-mimpi itu telah ku pupuk subur hingga setinggi gunung. Ku untai jalan-jalan yang nanti akan ku lewati untuk bisa meraihnya. Ku bayangkan mimpi-mimpiku setiap ada waktu. Bahkan, ku praktikan seperti orang gila kala ku sendiri. 

Aku...
Si remaja penuh impian. Selalu hidup dengan gaya, cara, dan prinsipku sendiri, meski orang lain menganggapnya aneh, deso, dan gila. Aku si remaja penuh impian hidup dengan ambisius dan kesombongan. Sombong terhadap mimpi dan prinsip orang lain. Aku si remaja penuh impian hidup dengan diriku sendiri. Salah didik oleh diriku sendiri. Hidup dalam awang-awang buatanku sendiri. Sediri..... Sendiri

Aku...
Kini kesepian, jatuh tersungkur sendiri. Salah jalan sendiri.
Hingga tiba saat itu, ketika aku mulai bergabung dengan kumpulan orang-orang yang mengorganisasikan diri dalam SMA. Ku mulai hidupku dengan teman-teman baru. Ku belajar hal-hal baru. Mulai membuka dunia fantasyku untuk ku bagi dengan kenyataan hidup yang terjadi padaku. Namun, belum sempurna. Aku masih merasa sendiri. 

Semakin lama ku temui orang-orang yang berbeda dari masa laluku. Mereka jauh lebih baik. Mereka hidup dalam kenyataan. Sangat jauh berbeda denganku. Aku dan mereka berbeda. Kami hanya memiliki sedikit kesamaan sebagai individu. Kala itu, meski sedikit terbantu, aku masih tetap salah didik oleh diriku sendiri. 

Tiba masa-masa perpisahan dan tiba masa-masa baru ke pendidikan teratas. Kegagalan datang padaku dengan berani. Dia menjatuhkanku ke jurang. Membuatku murung dan hancur. Membuat duniaku berantakan. Membuat imajinasiku tiada bearti. Hatiku menangis. Menyalahkan diriku sendiri. Terpuruk. Sangat terpuruk. Aku merasa keberanianku adalah bencana bagiku. Hingga.... datang suatu hari sebuah kesadaran dengan lembut menyapaku.

Kesadaran yang begitu agung. Aku menyerahkan hidupku kepada benang merah Sang Pencipta. Gusti Pangeran yang ku agungkan dalam hatiku. Keputusasaanku menuntunku pada-Nya. Aku ingin mengenalnya. Dekat dengan-Nya. Karena-Nya yang begitu agung, sedikit demi sedikit mimpi-mimpi itu, harapan itu, dunia itu perlahan ku lepaskan hingga kini tiada tersisa. Kini, tinggal sedikit sekali mimpi-mimpi dunia, duniaku, dan harapan dunia. Si remaja penuh impian hidup tanpa impian. Gunung impian itu sekarang lenyap, tandus dan kering. 

Aku ingin memulai hidupku dengan impian yang baru. Impian yang lebih sempurna. Aku ingin berada di sisi-Nya, berkumpul bersama dengan kekasih-Nya dan menjadi keluarga kekasih-Nya. Aku ingin menjadi hamba-Nya yang setia seperti janjiku dulu pada-Nya. Amin